Konsultan Pajak Handal Surabaya - Excellent Tax Consultant
1. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh)
Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).
Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).
a) Bagi WP Orang Pribadi, tarif PPh
tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan
tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing
lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi
dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta.
Tarif Pajak Penghasilan untuk WP Orang Pribadi:
> 0 s.d 50 juta = 5%
> Diatas 50 juta s/d 250 juta = 15%
> Diatas 250 juta s/d 500 juta = 25%
> Diatas 500 juta = 30%
Tarif Pajak Penghasilan untuk WP Orang Pribadi:
> 0 s.d 50 juta = 5%
> Diatas 50 juta s/d 250 juta = 15%
> Diatas 250 juta s/d 500 juta = 25%
> Diatas 500 juta = 30%
b) Bagi WP Badan, tarif PPh yang semula
terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28%
di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.
Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
c) Bagi WP UMKM yang berbentuk badan
diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang
berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar.
Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya
UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi
perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat
mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM.
d) Bagi WP Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi
0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk
membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih
rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh.
e) Bagi WP Pemberi Jasa yang semula
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto
menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan
untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang
didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada
penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan
dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan WP.
f) Bagi WP penerima Deviden yang semula
dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%,
menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk
mendorong perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham,
mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia karena dikenakan tarif lebih
rendah dan meningkatkan kepatuhan WP.
2. Biaya Jabatan ditingkatkan menjadi setinggi-tingginya Rp.6.000.000,- (Enam juta Rupiah) setahun atau Rp.500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) sebulan.
2. Biaya Jabatan ditingkatkan menjadi setinggi-tingginya Rp.6.000.000,- (Enam juta Rupiah) setahun atau Rp.500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah) sebulan.
3. Biaya Pensiun ditingkatkan menjadi
setinggi-tingginya Rp.2.400.000,- (Dua Juta Empat Ratus Ribu Rupiah)
atau Rp.200.000,- (Dua Ratus Ribu Rupiah) sebulan.
4. Bagi WP yang telah mempunyai NPWP
dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan
pemungutan fiskal luar negeri dihapus pada 2011. Pembayaran fiskal luar
negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan
bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran
fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk
mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan
pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP
sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.
5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta
menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga
ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan
paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk
menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta
mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi
undang-undang.
6. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP:
a) Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.
b) Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
c) Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
a) Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.
b) Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
c) Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
7. Perluasan biaya yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan
fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam
kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai
pengurang penghasilan bruto:
a) Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial.
b) Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
a) Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial.
b) Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
8. Pengecualian dari objek PPh:
a) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.
b) Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.
c) Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak.
a) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.
b) Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.
c) Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak.
9. Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak.
Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalam UU PPh.
Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalam UU PPh.
10. Peraturan perpajakan untuk industri
pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha
pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah,
diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Konsultan Pajak Handal Surabaya.
Adress : Jl. Tengger Kandangan VI No.35 - Surabaya
Phone : +6288 19 377 128 / +6289 677 944 878
WA : +6289 677 944 878
Pin BBM : 5CA9C1C0
Email Center : wahyu1.smartconsultant@gmail.com
SMS Center : 089 677 944 878
0 komentar:
Posting Komentar